Desa ini tak pernah berubah setelah sepuluh tahun berlalu. Dan hari ini
aku sengaja berkunjung untuk menemui kakek tua yang tinggal di rumah kecil di
tepi air terjun. Desa ini lumayan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan,
lingkungannya masih alami. Bahkan setelah sepuluh tahun berlalu.
Dulu waktu aku dan keluargaku masih tinggal di desa ini aku sering mampir ke
rumah kakek itu diam-diam. Meskipun orangtuaku melarangku untuk kesana.
Warga desa ini mengatakan bahwa didekat air terjun ada rumah kecil yang
ditinggali seorang penyihir, tapi bukannya takut aku malah makin penasaran
dengan tempat ini. Aku sama sekali tidak percaya dengan adanya penyihir.
Kakek tua itu masih saja malas untuk bersih-bersih. Daun kering berserakan
di pelataran rumahnya. Dulu hal ini yang membuatku takut. Aura tempat ini
terasa berbeda dengan tempat lain di desa ini. Tapi ketakutanku hilang saat aku
mendengar suaranya yang sangat bersahabat. Dia mempersilahkan aku untuk masuk.
Awalnya aku masih agak takut tapi saat melihatnya aku tidak bisa memikirkan
hal yang menakutkan dari orang tua yang berdiri didepanku. Wajahnya terlihat
sangat bersahabat. Sejak saat itu hampir setiap hari aku bermain ketempatnya.
Bahkan beliau sampai mengizinkanku untuk tetap masuk walaupun beliau tidak ada
di rumah.
Yang menarik dari tempat ini adalah kumpulan buku-buku fiksi koleksinya.
Setiap hari aku kesini untuk mendengarnya bercerita, lalu saat sore aku
meminjam beberapa buku untuk kubawa pulang. Dari sekian banyak judul ada satu
buku berjudul “Avalon Saga” yang disebutnya buku terlarang. Aku masih ingat
benar betapa beliau sangat marah saat aku menyentuh buku terlarang tersebut.
Lalu beliau bercerita bahwa siapapun yang membuka buku itu akan terkena
kutukan. Sebuah kutukan yang membawanya ke sebuah negri bernama Avalon. Negri
tempat dimana makhluk mitologi dan makhluk fiksi seperti orc, elf, troll,
goblind, naga, serta semua makhluk yang pernah kukenal lewat buku fiksi
itu tinggal, dan baru bisa kembali kedunia nyata setelah menyelesaikan sebuah
peran disana.
Aku selalu ingin tertawa saat mengingat kejadian saat itu. Dan hari ini aku
kembali kesini setelah sepuluh tahun berlalu. Tentu saja bukan untuk membuka
buku terlarang, tapi lebih seperti memenuhi rasa haus akan bacaan fiksi. Sudah
tak terhitung berapa banyak judul yang kubaca tapi buku-buku disini tetap yang
terbaik. Terlebih saat ini aku sedang mengikuti lomba komik bergenre fiksi, dan
tentu saja akan sangat membantu jika kita pergi ke master cerita fiksi.
Kucoba mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban. Mungkin beliau sedang pergi,
pikirku. Lalu kucoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Tanpa
berpikir panjang aku langsung nyelonong masuk. Toh beliau sudah mengijinkanku
untuk masuk kalau beliau sedang tidak di rumah, yah walaupun itu sepuluh tahun yang lalu.
Kuambil sebuah buku dari rak dan membacanya di kursi dimana dulu aku biasa
membaca dan mendengarkannya bercerita. Lalu meletakkannya dimeja setelah
selesai kubaca. Kemudian kembali ke rak untuk mengambil buku yang lain.
Kulihat jam di pergelangan tanganku, sudah hampir dua jam aku berada disini
tapi beliau belum juga pulang. Tanpa sengaja aku menjatuhkan buku yang
kupegang. Tapi entah sebuah kebetulan atau apa buku itu jatuh disamping sebuah buku
yang sudah sangat tidak asing. Sebuah buku yang dulu disebut buku terlarang.
Karena masih penasaran aku membuka buku bersampul coklat itu.
Tiba-tiba sebuah cahaya yang sangat terang bersinar dari salah satu
halaman di buku itu. Sangat terang sampai aku tidak bisa melihat apapun. Lalu saat
cahaya terang itu hilang aku mencoba membuka mata. Tapi entah bagaimana aku
telah berada di sebuah hutan. Sekeras apapun aku berpikir aku tidak bisa
menemukan penjelasan yang logis. Satu-satunya kemungkinan adalah sebuah kutukan
yang dulu dikatakan oleh kakek itu.
Dari belakang kudengar suara langkah kaki dari sekumpulan makhluk. Entah mereka
manusia atau makhluk aneh seperti yang dulu kakek ceritakan kepadaku. Beberapa saat
setelah suara itu terdengar
sekumpulan goblind muncul lalu mengpungku. Mereka mengangkat senjata yang
dipegang seperti pedang, tombak, kapak, dan pemukul. Walaupun ukuran fisik
goblind kecil tapi mereka akan sulit untuk dilawan saat berkelompok karena
goblind memiliki kerjasama tim yang baik. Terlebih saat ini aku tidak memegang
apapun yang bisa kujadikan senjata. Yang bisa kulakukan hanyalah terus berusaha
menghindari serangan sebisa mungkin. Kesalahan sedikit benar-benar akan
berakibat fatal. Sesekali saat ada kesempatan aku menyerang, entah itu memukul
atau menendang beberapa dari mereka. Tapi hal itu tidak memberikan perlawanan
yang berarti karena jumlah mereka terlalu banyak.
Saat staminaku mulai terkuras dan pandanganku mulai kabur, satu persatu
goblind tumbang terkena anak panah. Aku agak lega tapi bukan berarti aku aman
karena bisa saja orang yang menyerang goblind itu sebenarnya mengincarku.
“bisa bertahan selama satu jam lebih melawan sekumpulan rare goblind dengan
tangan kosong? Kau benar-benar luar biasa untuk ukuran pemula”
“Siapa kau? Dan apa yang kau...”
“Apakah itu caramu berterimakasih kepada orang yang telah menolongmu?”
ucapnya memotong perkataanku.
“Terimakasih, maaf tadi aku hanya terbawa suasana karena terlalu waspada”
“Lupakan saja, toh aku hanya kebetulan lewat, dan terimakasih sudah menjadi
umpan yang sempurna untuk para buruanku” ucapnya sambil mengumpulkan senjata
para goblind yang berserakan.
“Sebenarnya ini dimana, dan apa yang akan kau lakukan dengan senjata-senjata
itu?”
“Heh? Kau benar-benar pemula yang payah, atau karena ‘portal book’ yang kau
buka sudah tidak bersampul? Senjata-senjata ini tentu saja akan kujual. Aku ke
sini sebenarnya ingin berburu goblind dan merampas senjata mereka, tapi secara
kebetulan kau muncul dan dikepung”
“Portal book? Maksudmu buku kutukan berjudul ‘Avalon Saga’ itu, dan saat ini
aku berada disebuah dunia fantasi karena kutukan saat aku membuka buku itu?”
“Apa maksudmu dengan menyebutnya buku kutukan? Buku itu hanya sebuah portal
untuk menuju negri Avalon”
“Bukankah kita baru bisa kembali kalau sudah menyelesaikan sebuah peran? Sudah
jelas kan kalau itu adalah buku kutukan?”
“Itu bukan kutukan, tapi syarat mendapatkan tiket untuk kembali, sebenarnya
kau bisa saja membeli tiket itu. Tentu saja dengan harga yang gila”
“Memang berapa harganya?”
“Sekitar empat sampai tujuh juta koin emas. Tergantung orang yang
menjualnya. Oya, sebaiknya kita segera pergi sebelum kawanan goblind lain
datang. Bisa repot kalau sekumpulan epic goblind muncul”
“Darimana kita bisa mengumpulkan koin emas sebanyak itu?”
“Ah maaf aku lupa ini kali pertama kau kesini, koin emas adalah mata uang
disini. Siapa namamu?” ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Elias, atau kau bisa memanggilku El” jawabku sambil menjabat tangannya.
“Nervena, orang-orang memanggilku dengan nama itu”
Setelah perkenalan singkat itu kami berjalan menuju kota. Nervena menjelaskan
banyak hal tentang negri Avalon. Katanya satu hari yang kita lewati disini sama
dengan seratus hari di dunia nyata. Tentu saja itu bukanlah kabar baik, karena
saat aku kembali sudah pasti aku di D.O oleh pihak sekolah. Tapi aku sedikit
beruntung karena sekolahku berada diluar kota sehingga aku dan keluargaku
tinggal terpisah. Setidaknya mereka tidak khawatir dengan aku yang entah hilang
kemana.tapi tetap saja bagaimanapun caranya aku harus sesegera mungkin kembali
kedunia nyata.
Tentang menyelesaikan peran sebagai syarat mendapatkan tiket untuk kembali
lebih mirip dengan quest didalam game rpg. Tentusaja questnya akan berbeda-beda
tergantung job yang diambil. Job pandai besi memiliki quest yang sederhana yaitu
hanya dengan memberikan seratus item yang dibuatnya kepada orang lain ia akan
memperoleh sebuah tiket. Meskipun pada prakteknya mereka menjual item tersebut
karena material untuk membuat item tidak gratis. Hanya saja untuk menjadi
tukang pandai besi sedikit sulit karena harus melalui training terlebih dahulu
untuk memperoleh keahlian pandai besi. Sehingga job pandai besi tidak kumasukkan
kedalam job prioritas. Job builder tidak berbeda dengan job pandai besi karena
membutuhkan keahlian khusus. Job pedagang dan job farmer questnya sederhana
tapi membutuhkan banyak modal.
Job yang paling ideal bagiku adalah job petualang, karena aku sudah pernah
berlatih beberapa aliran beladiri, sehingga aku tidak perlu waktu lama untuk training. Jadi yang
aku butuhkan hanyalah beberapa item pendukung seperti armor, senjata, dll. Masalah
uang juga tidak perlu kupikirkan karena Nervena mau memberiku sebagian dari
hasil penjualan senjata goblind, dan hasilnya ternyata lumayan banyak.
Job petualang memang sederhana karena hanya perlu menyelesaikan main quest
di epic dungeon dengan cara mengalahkan boss disana. Atau menyelesaikan seratus
side quest jika tidak bisa menyelesaikan main quest, karena saat kita terbunuh
oleh monster di dalam dungeon kita tidak akan bisa kembali ke dunia nyata, meskipun
kita tidak mati dan hanya akan dikembalikan kekota. singkatnya kita akan terperangkap selamanya di dunia fiksi ini. mungkin itulah kenapa buku itu disebut buku kutukan karena bisa memerangkap seseorang di alam fiksi. Jadi meskipun terkesan
sederhana job petualang memiliki resiko terbesar jika dibandingkan dengan job
lainnya.
Sesampainya kami di kota Avalon Nervena langsung mengajakku ke tukang pandai
besi untuk membeli semua keperluanku sebelum melakukan main quest party besok lusa.
“Nervena, sudah lama kau tidak kesini, ada yang bisa kubantu?”
“Temanku memerlukan beberapa perlengkapan dasar”
“Ah Elias kau datang lebih cepat dari yang kuperkirakan”
“Kakek?”
Aku benar-benar terkejut karena tukang pandi besi itu ternyata orang yang
sudah lama kukenal, dan alasan aku tidak menjumpainya dirumah ternyata dia
sudah disini.
“Aku sudah menyiapkan pedang ini khusus untukmu Elias, ambillah. Pedang ini
milikmu”
“Bukankah itu pedang four corners?” tanya Nervena.
“Pedang four corners? Apakah itu adalah pedang yang istimewa?”
“Pedang four corners adalah item legendaris karena material yang dibutuhkan
untuk membuatnya sangat langka dan untuk mendapatkannya sangat sulit. Karena keempat materialnya
hanya bisa didapatkan dengan mengalahkan empat boss dari empat epic dungeon di
ujung benua utara, selatan, timur, dan barat sebagai pengganti tiket”
“Maaf kek, tapi ini terlalu mahal untuk bisa kuterima secara gratis”
“Baiklah sebagai gantinya kau harus menceritakan pengalamanmu mendapatkan
tiket saat kau kembali nanti, sehingga aku bisa menyimpan namamu di salah satu
buku pada
rak buku di rumahku”
“Terima kasih kek”
“Nervena, ambil ini, aku menyebutnya phoenix cross bow. Sebagai gantinya kau
harus menjadi pemandu bagi Elias”
“Terima kasih kek”
“Sama-sama lagipula aku sudah terlalu tua untuk benda seperti itu. Oh iya
satu hal lagi,cross bow itu adalah
item yang
setara dengan pedang four corners, karena memiliki material pembuatan yang
sama. Elias kau tidak perlu khawatir saat menyelesaikan main quest nanti karena
kau dipandu oleh Nervena. Mungkin kau baru bertemu dengannya, tapi aku sudah
banyak bercerita tentangnya dulu saat kau pertama kali berkunkjung kerumahku”
“Jadi dia adalah Nervena the lone ranger yang kakek ceritakan dulu?”
“Tentu saja, dan saat kau menerima pedang ini aku telah menyelesaikan
questku, sampai jumpa Elias aku menunggumu”
Setelah aku menerima pedang yang diberikan olehnya. Di tangannya muncul
selembar kertas dan beliau menghilang setelah merobeknya.