Laman

Kamis, 14 September 2017

Neo Age



Aku menatap langit yang menghitam dalam balutan mendung.  Di sekelilingku puing dan reruntuhan bangunan yang teronggok kaku tanpa mungkin ada renovasi. Itu karena di sini, tempat dimana aku bersembunyi adalah tempat meledaknya bom nuklir pada perang dunia ketiga dua ratus tahun yang lalu.

 Tempat ini begitu lengang dan teramat sepi untuk disebut sepi setelah pemerintah menetapkan daerah dengan luas sekitar sepluh kilometer persegi sebagai zona berbahaya. Tidak ada lagi sisa kejayaan yang bisa kalian lihat ditempat  ini sekalipun dulunya tempat ini adalah tempat berdirinya pusat peradaban di negara ini.

Saat ini peradaban dunia memasuki era baru. Perang dan pemberontakan adalah hal yang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Kemampuan senjata mesin telah mencapai titik batasnya. Semua negara berlomba-lomba menciptakan senjata baru dalam bentuk manusia modifikasi untuk menghadapi perang demi perang yang pasti terjadi. Pada masa ini hanya hukum rimba yang berlaku. Penjajahan adalah simbol kekuatan. Semakin luas wilayah jajahan suatu negara menandakan negara itu semakin kuat.

Aku tahu dunia sudah gila. Tapi aku tidak menduga bahwa dunia telah membusuk sedemikian parah. Rezim yang menang dalam perang dunia ketiga memimpin dunia dengan diktator. Mereka memaksa hampir separuh negara di dunia untuk melakukan riset gila. Termasuk negaraku, dan aku adalah satu-satunya orang yang malang karena selamat dari eksperimen gila yang melibatkan tiga ratus orang lebih sebagai bahan uji coba. Lebih buruk dari semua kelinci percobaan yang pernah ada dalam catatan sejarah.

Tepatnya lima bulan yang lalu. Waktu itu seorang perwira datang ke rumahku dengan kedok perekrutan militer. Aku mereka bawa, tentu saja wajahku mencerminkan kebanggaan yang bertolak belakang dengan wajah putus asaku saat ini.

Tidak ada yang mencurigakan, setidaknya setelah aku sampai pada sebuah laboratorium raksasa. Ada ratusan orang disana, tapi wajah mereka terlihat suram. Didepan mereka tergeletak puluhan raga tanpa nyawa. Sejurus kemudian terdengar suara teriakan dari puluhan orang. Lalu beberapa menit kemudian puluhan orang dilempar layaknya sampah.  Menambah tumpukan mayat di hadapan kami. Salah seorang mencoba melawan dan berakhir dengan sebuah pukulan dari seorang penjaga yang membuatnya terlempar puluhan meter.

 Penjaga itu lalu menatap kami satu persatu. Tatapan yang membuatku demikian terintimidasi. Dia lebih mirip dengan monster dari pada manusia normal. Tidak ada belas kasih atau perasaan apapun yang terlihat dari sorot matanya. Lebih mirip dengan mata mayat dari pada mata yang dimiliki orang yang masih hidup.

Seseorang disebelahku menceritakan sebuah fakta yang membuatku mengutuk dunia ini. Kami semua berada pada keadaan yang sama, nasib yang sama. Mereka merekrut rakyat jelata yang buta akan fakta bahwa saat ini negara tengah menjalankan proyek manusia modifikasi. Mereka menciptakan semacam formula untuk meningkatkan kemanpuan fisik seperti kekuatan, kecepatan, pendengaran, penglihatan dan aspek kemampuan fisik lainnya.

Tentu saja hal itu sangat dekat dengan kegagalan sehingga membutuhkan terlalu banyak subjek tes. Tubuh manusia normal akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan kekuatan yang secara spontan dimasukkan secara paksa. Singkatnya mereka ingin menciptakan tentara super, dan kami menjadi kelinci percobaan pada proyek tersebut.

Saat sedang sibuk memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Seorang petugas menyeretku kasar. Lalu tubuhku dihempaskan pada tempat pembaringan. Kaki dan tangan, juga perutku diikat dengan sabuk pengikat. Lalu sebuah jarum infus, yang entah berisi cairan apa disuntikkan ke lenganku. Diikuti rasa sakit yang menjalar ke sekujur tubuhku. Pandanganku perlahan mulai gelap. Tubuhku mati rasa. Lalu sayup-sayup terdengar mereka berbincang dengan nada pesimis.

“Dia adalah orang terakhir, tapi kecil kemungkinan dia akan selamat dari tes pertama ini”
“Apa? Tes pertama mereka bilang” umpatku dalam hati.
“Prof. Ada kemungkinan dia akan bertahan. Jantungnya masih bersetak setelah belasan menit”
“Tapi kemungkinan itu terlalu kecil”

Hanya itu yang bisa kuingat. Saat sadar aku tengah berada pada tempat pembuangan. Hal itu terlihat dari demikian banyak mayat yang dibiarkan membusuk di lorong ini. Aku berjalan menelusuri lorong berharap menemukan jalan keluar. Sekitar satu jam berjalan aku melihat pendar cahaya. Lorong ini berujung pada saluran air bawah tanah. Setelah melewati saluran air itu aku sampai pada sebuah sungai. Ada harapan yang kurasakan, setidaknya untuk sekedar bisa kembali pulang.

“Jangan bergerak!” bentak seorang petugas di belakangku dengan menodongkan sebuah pistol.
Aku tidak peduli dengan ancamannya setelah semua yang terjadi. Mungkin lebih baik aku mati dari pada membiarkan diriku tertangkap. Toh aku akan kembali tersiksa dengan serangkaian tes uji coba mengingat aku masih bisa bertahan hidup setelah menjalani tes pertama.

Saat itu jarak kami hanya hanya sekitar dua meter. Aku menyerangnya karena putus asa dan hanyamengikuti insting bertarungku. Tapi aku benar-benar terkejut. Mengingat kurang dari satu detik aku telah berhasil menyarangkan pukulan telak di uluh hatinya. Kemudian petugas itu terlempar belasan meter.

Aku tidak percaya dengan apa yang barusan kulakukan. Apakah aku kesurupan atau memang aku sekuat ini. Tapi tidak ada waktu untuk berfikir. Sekarang yang perlu aku lakukan adalah melarikan diri sejauh mungkin dari komplek lab gila ini.

Aku kembali tercengang karena tubuhku terasa benar-benar ringan. Aku bisa memperkirakan kecepatan berlariku sekitar enam puluh kilo meter perjam. Sehingga hanya perlu waktu kurang dari setengah menit untuk sampai gerbang depan lab yang berjarak sekitar dua ratus meter dari tempatku sebelumnya.

Lima orang penjaga gerbang menembakiku. Tapi anehnya aku bisa melihat peluru-peluru itu melesat demikian lambat sehingga tidak ada hambatan bagiku untuk menghindar. Beberapa detik kemudian mereka sudah aku bereskan.

Tiba-tiba aku merasa nyeri pada lengan kananku. Saat aku menoleh kebelakang puluhan petugas keamanan dengan senapan sinar laser tengah membidik ke arahku. Tidak ada habisnya kalau aku melawan mereka. Sehingga kuputuskan untuk melarikan diri.

Saat itu aku ingat akan tempat meledaknya bom nuklir pada perang dunia ketiga. Sehingga aku memutuskan untuk bersembunyi ditempat itu. Sekitar satu jam lebih aku berlari sampai akhirnya aku sampai di tempat yang disebut kota mati. Kulihat lengan kananku, lukanya sudah sembuh entah sejak kapan. Aku beruntung karena bisa selamat dari eksperimen gila itu. Tapi mulai detik ini kehidupan normal tidak ada lagi di dalam kamusku. Aku yakin dalam waktu dekat pemerintah akan menjadikanku buronan. Mengingat dari sekitar tiga ratus subjek percobaan hanya aku yang selamat. Berarti cukup sulit untuk mendapatkan subjek sepertiku. Selanjutnya mereka akan memaksaku, tidak. Lebih tepatnya mereka akan mengubahku menjadi mesin seperti para penjaga di sana. Mereka akan menghapus ingatanku dan menjadikanku tentara khusus.

Sudah sekitar seminggu sejak aku berhasil melarikan diri, belum ada tanda-tanda pergerakan mereka. Aku berfikir mungkin ada kesepatan jika aku ingin melakukan pemberontakan. Tapi nyaliku ciut. Aku hanyalah hasil eksperimen yang belum sempurna. Besar kemungkinan ada begitu banyak orang dengan kemampuan diluar nalar manusia disana. Kalau aku mau menghentikan mereka setidaknya aku harus mencari orang-orang yang bernasib sama denganku. Walau bagaimanapun aku menolak untuk membiarkan eksperimen kejam itu terus berlanjut.


0 komentar:

Posting Komentar

 

El-Senja's Blog Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo