Laman

Kamis, 14 September 2017

avalon saga 1: the Awakening

Desa ini tak pernah berubah setelah sepuluh tahun berlalu. Dan hari ini aku sengaja berkunjung untuk menemui kakek tua yang tinggal di rumah kecil di tepi air terjun. Desa ini lumayan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, lingkungannya masih alami. Bahkan setelah sepuluh tahun berlalu.

Dulu waktu aku dan keluargaku masih tinggal di desa ini aku sering mampir ke rumah kakek itu diam-diam. Meskipun  orangtuaku melarangku untuk kesana. Warga desa ini mengatakan bahwa didekat air terjun ada rumah kecil yang ditinggali seorang penyihir, tapi bukannya takut aku malah makin penasaran dengan tempat ini. Aku sama sekali tidak percaya dengan adanya penyihir.

Kakek tua itu masih saja malas untuk bersih-bersih. Daun kering berserakan di pelataran rumahnya. Dulu hal ini yang membuatku takut. Aura tempat ini terasa berbeda dengan tempat lain di desa ini. Tapi ketakutanku hilang saat aku mendengar suaranya yang sangat bersahabat. Dia mempersilahkan aku untuk masuk.


Awalnya aku masih agak takut tapi saat melihatnya aku tidak bisa memikirkan hal yang menakutkan dari orang tua yang berdiri didepanku. Wajahnya terlihat sangat bersahabat. Sejak saat itu hampir setiap hari aku bermain ketempatnya. Bahkan beliau sampai mengizinkanku untuk tetap masuk walaupun beliau tidak ada di rumah.

Yang menarik dari tempat ini adalah kumpulan buku-buku fiksi koleksinya. Setiap hari aku kesini untuk mendengarnya bercerita, lalu saat sore aku meminjam beberapa buku untuk kubawa pulang. Dari sekian banyak judul ada satu buku berjudul “Avalon Saga” yang disebutnya buku terlarang. Aku masih ingat benar betapa beliau sangat marah saat aku menyentuh buku terlarang tersebut. Lalu beliau bercerita bahwa siapapun yang membuka buku itu akan terkena kutukan. Sebuah kutukan yang membawanya ke sebuah negri bernama Avalon. Negri tempat dimana makhluk mitologi dan makhluk fiksi seperti orc, elf, troll, goblind, naga, serta  semua makhluk yang pernah kukenal lewat buku fiksi itu tinggal, dan baru bisa kembali kedunia nyata setelah menyelesaikan sebuah peran disana.


Aku selalu ingin tertawa saat mengingat kejadian saat itu. Dan hari ini aku kembali kesini setelah sepuluh tahun berlalu. Tentu saja bukan untuk membuka buku terlarang, tapi lebih seperti memenuhi rasa haus akan bacaan fiksi. Sudah tak terhitung berapa banyak judul yang kubaca tapi buku-buku disini tetap yang terbaik. Terlebih saat ini aku sedang mengikuti lomba komik bergenre fiksi, dan tentu saja akan sangat membantu jika kita pergi ke master cerita fiksi.

Kucoba mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban. Mungkin beliau sedang pergi, pikirku. Lalu kucoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Tanpa berpikir panjang aku langsung nyelonong masuk. Toh beliau sudah mengijinkanku untuk masuk kalau beliau sedang tidak di rumah, yah walaupun itu sepuluh tahun yang lalu.

Kuambil sebuah buku dari rak dan membacanya di kursi dimana dulu aku biasa membaca dan mendengarkannya bercerita. Lalu meletakkannya dimeja setelah selesai kubaca. Kemudian kembali ke rak untuk mengambil buku yang lain.

Kulihat jam di pergelangan tanganku, sudah hampir dua jam aku berada disini tapi beliau belum juga pulang. Tanpa sengaja aku menjatuhkan buku yang kupegang. Tapi entah sebuah kebetulan atau apa buku itu jatuh disamping sebuah buku yang sudah sangat tidak asing. Sebuah buku yang dulu disebut buku terlarang. Karena masih penasaran aku membuka buku bersampul coklat itu.

 Tiba-tiba sebuah cahaya yang sangat terang bersinar dari salah satu halaman di buku itu. Sangat terang sampai aku tidak bisa melihat apapun. Lalu saat cahaya terang itu hilang aku mencoba membuka mata. Tapi entah bagaimana aku telah berada di sebuah hutan. Sekeras apapun aku berpikir aku tidak bisa menemukan penjelasan yang logis. Satu-satunya kemungkinan adalah sebuah kutukan yang dulu dikatakan oleh kakek itu.

Dari belakang kudengar suara langkah kaki dari sekumpulan makhluk. Entah mereka manusia atau makhluk aneh seperti yang dulu kakek ceritakan kepadaku. Beberapa saat setelah suara itu terdengar

sekumpulan goblind muncul lalu mengpungku. Mereka mengangkat senjata yang dipegang seperti pedang, tombak, kapak, dan pemukul. Walaupun ukuran fisik goblind kecil tapi mereka akan sulit untuk dilawan saat berkelompok karena goblind memiliki kerjasama tim yang baik. Terlebih saat ini aku tidak memegang apapun yang bisa kujadikan senjata. Yang bisa kulakukan hanyalah terus berusaha menghindari serangan sebisa mungkin. Kesalahan sedikit benar-benar akan berakibat fatal. Sesekali saat ada kesempatan aku menyerang, entah itu memukul atau menendang beberapa dari mereka. Tapi hal itu tidak memberikan perlawanan yang berarti karena jumlah mereka terlalu banyak.

Saat staminaku mulai terkuras dan pandanganku mulai kabur, satu persatu goblind tumbang terkena anak panah. Aku agak lega tapi bukan berarti aku aman karena bisa saja orang yang menyerang goblind itu sebenarnya mengincarku.
“bisa bertahan selama satu jam lebih melawan sekumpulan rare goblind dengan tangan kosong? Kau benar-benar luar biasa untuk ukuran pemula”
“Siapa kau? Dan apa yang kau...”
“Apakah itu caramu berterimakasih kepada orang yang telah menolongmu?” ucapnya memotong perkataanku.
“Terimakasih, maaf tadi aku hanya terbawa suasana karena terlalu waspada”
“Lupakan saja, toh aku hanya kebetulan lewat, dan terimakasih sudah menjadi umpan yang sempurna untuk para buruanku” ucapnya sambil mengumpulkan senjata para goblind yang berserakan.
“Sebenarnya ini dimana, dan apa yang akan kau lakukan dengan senjata-senjata itu?”
“Heh? Kau benar-benar pemula yang payah, atau karena ‘portal book’ yang kau buka sudah tidak bersampul? Senjata-senjata ini tentu saja akan kujual. Aku ke sini sebenarnya ingin berburu goblind dan merampas senjata mereka, tapi secara kebetulan kau muncul dan dikepung”
“Portal book? Maksudmu buku kutukan berjudul ‘Avalon Saga’ itu, dan saat ini aku berada disebuah dunia fantasi karena kutukan saat aku membuka buku itu?”
“Apa maksudmu dengan menyebutnya buku kutukan? Buku itu hanya sebuah portal untuk menuju negri Avalon”



“Bukankah kita baru bisa kembali kalau sudah menyelesaikan sebuah peran? Sudah jelas kan kalau itu adalah buku kutukan?”
“Itu bukan kutukan, tapi syarat mendapatkan tiket untuk kembali, sebenarnya kau bisa saja membeli tiket itu. Tentu saja dengan harga yang gila”
“Memang berapa harganya?”
“Sekitar empat sampai tujuh juta koin emas. Tergantung orang yang menjualnya. Oya, sebaiknya kita segera pergi sebelum kawanan goblind lain datang. Bisa repot kalau sekumpulan epic goblind muncul”
“Darimana kita bisa mengumpulkan koin emas sebanyak itu?”
“Ah maaf aku lupa ini kali pertama kau kesini, koin emas adalah mata uang disini. Siapa namamu?” ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Elias, atau kau bisa memanggilku El” jawabku sambil menjabat tangannya.
“Nervena, orang-orang memanggilku dengan nama itu”

Setelah perkenalan singkat itu kami berjalan menuju kota. Nervena menjelaskan banyak hal tentang negri Avalon. Katanya satu hari yang kita lewati disini sama dengan seratus hari di dunia nyata. Tentu saja itu bukanlah kabar baik, karena saat aku kembali sudah pasti aku di D.O oleh pihak sekolah. Tapi aku sedikit beruntung karena sekolahku berada diluar kota sehingga aku dan keluargaku tinggal terpisah. Setidaknya mereka tidak khawatir dengan aku yang entah hilang kemana.tapi tetap saja bagaimanapun caranya aku harus sesegera mungkin kembali kedunia nyata.

Tentang menyelesaikan peran sebagai syarat mendapatkan tiket untuk kembali lebih mirip dengan quest didalam game rpg. Tentusaja questnya akan berbeda-beda tergantung job yang diambil. Job pandai besi memiliki quest yang sederhana yaitu hanya dengan memberikan seratus item yang dibuatnya kepada orang lain ia akan memperoleh sebuah tiket. Meskipun pada prakteknya mereka menjual item tersebut karena material untuk membuat item tidak gratis. Hanya saja untuk menjadi tukang pandai besi sedikit sulit karena harus melalui training terlebih dahulu untuk memperoleh keahlian pandai besi. Sehingga job pandai besi tidak kumasukkan kedalam job prioritas. Job builder tidak berbeda dengan job pandai besi karena membutuhkan keahlian khusus. Job pedagang dan job farmer questnya sederhana tapi membutuhkan banyak modal.

Job yang paling ideal bagiku adalah job petualang, karena aku sudah pernah berlatih beberapa aliran beladiri, sehingga aku tidak perlu waktu lama untuk training. Jadi yang aku butuhkan hanyalah beberapa item pendukung seperti armor, senjata, dll. Masalah uang juga tidak perlu kupikirkan karena Nervena mau memberiku sebagian dari hasil penjualan senjata goblind, dan hasilnya ternyata lumayan banyak.

Job petualang memang sederhana karena hanya perlu menyelesaikan main quest di epic dungeon dengan cara mengalahkan boss disana. Atau menyelesaikan seratus side quest jika tidak bisa menyelesaikan main quest, karena saat kita terbunuh oleh monster di dalam dungeon kita tidak akan bisa kembali ke dunia nyata, meskipun kita tidak mati dan hanya akan dikembalikan kekota. singkatnya kita akan terperangkap selamanya di dunia fiksi ini. mungkin itulah kenapa buku itu disebut buku kutukan karena bisa memerangkap seseorang di alam fiksi.  Jadi meskipun terkesan sederhana job petualang memiliki resiko terbesar jika dibandingkan dengan job lainnya.



Sesampainya kami di kota Avalon Nervena langsung mengajakku ke tukang pandai besi untuk membeli semua keperluanku sebelum melakukan main quest party besok lusa.
“Nervena, sudah lama kau tidak kesini, ada yang bisa kubantu?”
“Temanku memerlukan beberapa perlengkapan dasar”
“Ah Elias kau datang lebih cepat dari yang kuperkirakan”
“Kakek?”
Aku benar-benar terkejut karena tukang pandi besi itu ternyata orang yang sudah lama kukenal, dan alasan aku tidak menjumpainya dirumah ternyata dia sudah disini.
“Aku sudah menyiapkan pedang ini khusus untukmu Elias, ambillah. Pedang ini milikmu”
“Bukankah itu pedang four corners?” tanya Nervena.
“Pedang four corners? Apakah itu adalah pedang yang istimewa?”
“Pedang four corners adalah item legendaris karena material yang dibutuhkan untuk membuatnya sangat langka dan untuk mendapatkannya sangat sulit. Karena keempat materialnya hanya bisa didapatkan dengan mengalahkan empat boss dari empat epic dungeon di ujung benua utara, selatan, timur, dan barat sebagai pengganti tiket”
“Maaf kek, tapi ini terlalu mahal untuk bisa kuterima secara gratis”
“Baiklah sebagai gantinya kau harus menceritakan pengalamanmu mendapatkan tiket saat kau kembali nanti, sehingga aku bisa menyimpan namamu di salah satu buku pada  rak buku di rumahku”
“Terima kasih kek”
“Nervena, ambil ini, aku menyebutnya phoenix cross bow. Sebagai gantinya kau harus menjadi pemandu bagi Elias”
“Terima kasih kek”
“Sama-sama lagipula aku sudah terlalu tua untuk benda seperti itu. Oh iya satu hal lagi,cross bow itu adalah  item yang setara dengan pedang four corners, karena memiliki material pembuatan yang sama. Elias kau tidak perlu khawatir saat menyelesaikan main quest nanti karena kau dipandu oleh Nervena. Mungkin kau baru bertemu dengannya, tapi aku sudah banyak bercerita tentangnya dulu saat kau pertama kali berkunkjung kerumahku”
“Jadi dia adalah Nervena the lone ranger yang kakek ceritakan dulu?”
“Tentu saja, dan saat kau menerima pedang ini aku telah menyelesaikan questku, sampai jumpa Elias aku menunggumu”
Setelah aku menerima pedang yang diberikan olehnya. Di tangannya muncul selembar kertas dan beliau menghilang setelah merobeknya.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

 

El-Senja's Blog Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo